MASUKNYA KOLONIALISME DAN IMPERIALISME ASING KE WILAYAH
INDONESIA : PORTUGIS, SPANYOL, VOC-BELANDA DAN INGGRIS
1. MASA KEKUASAAN VOC
Usaha
bangsa Barat untuk mendapatkan benua baru dipelopori oleh bangsa
Portugis dan Spanyol yang ingin mendapatkan rempah-rempah. Bartholomeu
Dias (1492) dan Vasco daGama (1498) berkebangsaan Portugis berlayar
menyusuri pantai barat Benua Afrika akhirnyatiba di Kalkuta, India.
Kemudian mereka membangun kantor dagang di Kalkuta dan berdagang di Asia
Tenggara. Pada tahun 1512, Portugis masuk ke Maluku sedangkan Spanyol
masuk ke Tidore (1521) untuk mencari rempah-rempah.
Pada
tahun 1596, pedagang Belanda dengan empat buah kapal di bawah Cornelis
de Houtman berlabuh di Banten. Mereka mencari rempah-rempah di sana dan
daerah sekitarnya untuk diperdagangkan di Eropa. Namun, karena kekerasan
dan kurang menghormati rakyat maka diusir dari Banten. Kemudian pada
tahun 1598, pedagang Belanda datang kembali ke Indonesia di bawah Van
Verre dengan delapan kapal dipimpin Van Neck, Jacob van Heemkerck datang
di Banten dan diterima Sultan Banten
Abdulmufakir dengan baik. Sejak saat itulah ada hubungan perdagangan dengan pihak
Belanda sehingga berkembang pesat perdagangan Belanda di Indonesia.
Namun,
tujuan dagang tersebut kemudian berubah. Belanda ingin berkuasa sebagai
penjajah yang kejam dan sewenang-wenang, melakukan monopoli
perdagangan, imperialisme ekonomi, dan perluasan kekuasaan.
Setelah
bangsa Belanda berhasil menanamkan kekuasaan perdagangan dan ekonomi di
Indonesia maka pada tanggal 20 Maret 1602 Belanda membentuk kongsi
dagang VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) yang dianjurkan oleh
Johan van Olden Barnevelt yang mendapat izin dan hak istimewa dari Raja
Belanda. Alasan pendirian VOC adalah adanya persaingan di antara
pedagang Belandasendiri, adanya ancaman dari komisi dagang lain, seperti
(EIC) Inggris, dan dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah di
Indonesia. Untuk mendapatkan keleluasaan usaha di Indonesia, VOC
memiliki hak oktroi, yaitu hak istimewa.
Di
samping itu, VOC juga melakukan pelayaran Hongi, yakni misi pelayaran
Belanda yang ditugasi mengawasi, menangkap, dan mengambil tindakan
terhadap para pedagang dan penduduk pribumi yang dianggapnya melanggar
ketentuan perdagangan Belanda. Usaha VOC semakin berkembang pesat (1623)
dan berhasil menguasai rempah-
rempah
di Ambon dalam peristiwa Ambon Massacre. Selanjutnya tahun 1641, VOC
berhasil merebut Malaka dari tangan Portugis. VOC selalu menggunakan
Batigslot Politiek (politik mencari untung, 1602 – 1799) dengan memegang
monopoli Belanda di Indonesia. Selain itu, VOC menjalankan politik
devide et impera, yakni sistem pemecah belah di antara rakyat Indonesia.
Perjalanan kongsi dagang VOC lama kelamaan mengalami kemunduran, bahkan
VOC runtuh pada tanggal 31 Desember 1799. Kemunduran VOC disebabkan hal-hal berikut.
a. Perang-perang yang dilakukan membutuhkan biaya yang besar padahal hasil dari bumi
Indonesia telah terkuras habis dan kekayaan Indonesia sudah telanjur terkirim ke
Negeri Belanda. VOC tidak kuat lagi membiayai perang-perang tersebut.
b.Kekayaan menyebabkan para pegawai VOC melupakan tugas, kewajiban, dan tanggung
jawab mereka terhadap pemerintah dan masyarakat.
c.Terjadinya jual beli jabatan.
d.Tumbuhnya tuan-tuan tanah partikelir.
e.Kekurangan biaya tersebut tidak dapat ditutup dengan hasil penjualan tanah saja, VOC
harus juga mencari pinjaman. Akibatnya, utang VOC semakin besar.
f.Pada akhir abad ke-18, VOC tidak mampu lagi memerangi pedagang-pedagang Eropa
lainnya (Inggris, Prancis, Jerman) yang dengan leluasa berdagang di Nusantara
sehingga monopoli VOC hancur.
Keberadaan VOC sudah tidak dapat dipertahankan lagi sehingga harta milik dan
utang-utangnya
diambil alih oleh pemerintah negeri Belanda. Pemerintah kemudian
membentuk Komisi Nederburg untuk mengurusinya, termasuk mengurusi
wilayah VOC di Indonesia (1800 – 1907).
2. MASA KEKUASAAN BELANDA (PRANCIS)
Tahun
1807 – 1811, Indonesia dikuasai oleh Republik Bataaf bentukan Napoleon
Bonaparte, penguasa di Prancis (Belanda menjadi jajahan Prancis).
Napoleon Bonaparte mengangkat Louis Napoleon menjadi wali negeri Belanda
dan negeri Belanda diganti namanya menjadi Konikrijk Holland. Untuk
mengurusi Indonesia, Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels menjadi
gubernur jenderal di Indonesia (1808 – 1811). Tugas utama Daendels
adalah mempertahankan Jawa dari serangan Inggris sehingga pusat
perhatian Daendels ditujukan kepada pertahanan dan keamanan.
Untuk
memperoleh dana, Daendels menjual tanah-tanah kepada orang-orang
swasta. Akibatnya, tanah-tanah partikelir mulai bermunculan di sekitar
Batavia, Bogor, Indramayu, Pamanukan, Besuki, dan sebagainya. Bahkan,
rumahnya sendiri di Bogor dijual kepada pemerintah, tetapi rumah itu
tetap ditempatinya sebagai rumah tinggalnya. Tindakan dan kekejaman
Daendels tersebut menyebabkan raja-raja Banten dan Mataram memusuhinya.
Untuk
menutup utang-utang Belanda dan biaya-biaya pembaharuan tersebut,
Daendels kembali menjual tanah negara beserta isinya kepada swasta,
sehingga timbullah system tuan tanah di Jawa yang bertindak sebagai raja
daerah, misalnya di sekitar Batavia dan Probolinggo. Kekejaman Daendels
tersebut terdengar sampai ke Prancis. Akhirnya, dia dipanggil pulang
karena dianggap memerintah secara autokrasi dan Indonesia diperintah
oleh Jansens.
3. MASA KEKUASAAN INGGRIS
Keberhasilan
Inggris mengalahkan Prancis di Eropa menyebabkan kekuasaan Belanda atas
Indonesia bergeser ke tangan Inggris. Untuk itulah ditandatangani
Kapitulasi Tuntang (1811) yang isinya Belanda menyerahkan Indonesia ke
tangan Inggris dari tangan Jansens kepada Thomas Stamford Raffles,
seorang Letnan Gubernur Jenderal Inggris untuk Indonesia. Oleh karena
itu, beralihlah Indonesia dari tangan Belanda ke tangan Inggris.
Adapun langkah-langkah yang diambil Raffles adalah
a. membagi Pulau Jawa menjadi 16 karesidenan,
b. para bupati dijadikan pegawai negeri,
c. melaksanakan perdagangan bebas,
d. melaksanakan land rente (pajak sewa tanah) dan Raffles menjual tanah kepada swasta,
e. menghapuskan perbudakan, dan
f.
kekuasaan para raja dikurangi. Di Yogyakarta, Pangeran Notokusumo
diangkat sebagai Paku Alam (1813). Akibatnya, Mataram Yogyakarta pecah
menjadi dua, yakni Kasultanan Yogyakarta di bawah HB III dan Paku Alaman
di bawah Paku Alam I.
Pada tanggal 13 Agustus 1814, di Eropa ditandatangani Perjanjian London oleh
Inggris dan Belanda yang isinya Belanda memperoleh kembali sebagian besar daerah
koloninya, termasuk Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 1816, Raffles meninggalkan
Indonesia dan Belanda kembali berkuasa di Indonesia.
4. MASA KEKUASAAN PEMERINTAH BELANDA
Pada
tahun 1830, pemerintah Belanda mengangkat gubernur jenderal yang baru
untuk Indonesia, yaitu Van den Bosch, yang diserahi tugas untuk
meningkatkan produksi tanaman ekspor, seperti tebu, teh, tembakau,
merica, kopi, kapas, dan kayu manis. Dalam
hal
ini, Van den Bosch mengusulkan adanya sistem tanam paksa. Adapun
hal-hal yang mendorong Van den Bosch melaksanakan tanam paksa, antara
lain, Belanda membutuhkan banyak dana untuk membiayai peperangan, baik
di negeri Belanda sendiri maupun di Indonesia. Akibatnya, kas negara
Belanda kosong. Sementara itu, di Eropa terjadi perang Belanda melawan
Belgia (1830 – 1839) yang juga menelan banyak biaya.
Tujuan
diadakannya tanam paksa adalah untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya, guna menutupi kekosongan kas negara dan untuk membayar
utang utang negara.
Pelaksanaan
tanam paksa diselewengkan oleh Belanda dan para petugasnya yang
berakibat membawa kesengsaraan rakyat Bentuk penyelewengan tersebut
misalnya, kerja tanpa dibayar untuk kepentingan Belanda (kerja rodi)
kekejaman para mandor terhadap para penduduk, dan eksploitasi kekayaan
Indonesia yang dilakukan Belanda.
Melihat
penderitaan rakyat Indonesia, kaum humanis Belanda menuntut agar tanam
paksa dihapuskan. Tanam paksa mengharuskan rakyat bekerja berat selama
musim tanam. Penderitaan rakyat bertambah berat dengan adanya kerja rodi
membangun jalan raya, jembatan, dan waduk. Selain itu, rakyat masih
dibebani pajak yang berat,sehingga sebagian besar penghasilan rakyat
habis untuk membayar pajak. Sementara itu di pihak Belanda, tanam paksa
membawa keuntungan yang besar.
Praktik tanam paksa mampu menutup kas negara Belanda yang kosong sekaligus
membayar
utang-utang akibat banyak perang. Akhirnya, tanam paksa dihapuskan,
diawali dengan dikeluarkannya undang-undang (Regrering Reglement) pada
tahun 1854
tentang penghapusan
perbudakan. Tanam paksa benar-benar dihapuskan pada tahun 1917. Sebagai
bukti, kewajiban tanam kopi di Priangan, Manado, Tapanuli, dan Sumatra
Barat dihapuskan.
Setelah tanam
paksa dihapuskan, pemerintah Belanda melaksanakan politik kolonial
liberal di Indonesia dengan memberikan kebebasan pada pengusaha swasta
untuk menanamkan modal di Indonesia. Namun, pelaksanaannya tetap
menyengsarakan rakyat karena kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan
semata-mata untuk kepentingan kolonial Belanda. Belanda tetap
melaksanakan cara-cara menguasai bangsa Indonesia dengan perjanjian,
perang, dan pemecah belah.
Pelaksanaan
politik kolonial liberal ternyata banyak mendatangkan penderitaan bagi
rakyat terutama buruh sebab upah yang mereka terima tidak seperti yang
tertera dalam kontrak. Akibatnya, banyak buruh yang melarikan diri,
terutama dari Deli, Sumatra Utara. Dari kenyataan di atas jelas Belanda
tetap masih melaksanakan usaha menindas bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar